29 Mei 2007

Dari Matahari Belum Terbit Sampai Mata Suami Terpejam

Wanita dijajah pria sejak dulu ……
Dijadikan perhiasan sangkar madu ……
Namun ada kala pria tak berdaya ……
Tekuk lutut disudut kerling wanita ……
( Sabda Alam : Ismail Marzuki )
Bait demi bait lagu ini menggambarkan bahwasannya wanita itu mahluk yang lemah tetapi pada suatu ketika dia dapat menjadi seseorang yang mempunyai kekuatan yang dapat mengalahkan segalanya. Contoh soal bagaimana seorang wanita dapat bertahan dari segala rintangan dan cobaan setelah ditinggal oleh suaminya untuk selama-lamanya meskipun dengan segala keterbatasan yang ada serta beban yang tidak sedikit mengasuh anak dan mendidik anak-anaknya yang menjadi tanggung jawab sepenuhnya. Namun semua dihadapi dengan tegar yang pada akhirnya berbuah manis setelah semua anaknya mapan dalam kehidupan dan sampai dia menutup mata tidak ada keinginan untuk menikah lagi selain hanya keinginan untuk melihat anak-anaknya yang mapan tanpa kekurangan suatu apapun jika ia dipanggil olehNya.
Tapi cobalah tengok, apabila seorang laki-laki ditinggal oleh istrinya untuk selamanya karena berjuang bagi kelahiran anaknya yang kesekian. Maka segeralah ia mencari pengganti istrinya. Dengan alasan tidak ada yang mengasuh anak-anaknya. Walaupun saat itu tanah kubur istrinya belum juga kering.
Apabila kita melihat kenyataan ini apakah kita masih menganggap bahwa wanita itu adalah mahluk yang lemah ? Sungguh ironis kondisi ini, pada satu sisi wanita dipandang lemah, tapi pada sisi lain wanita diharuskan untuk tampil. Untuk dapat menunjukkan eksistensinya sebagai seorang wanita pada dunia luar. Tetapi apa mau dikata, kenyataan ini tidak dapat dipungkiri bahwasannya kesetaraan wanita atau yang biasa disebut dengan kesetaraan gender masih sering berbias banyak hal, itu membuat kondisi ini semakin tidak jelas.
Oleh karenanya Kementerian Pemberdayaan Perempuan giat melakukan sosialisasi, konsolidasi serta evaluasi atas segala bentuk kegiatan yang bermuara pada Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG). Diantaranya melalui Pengarusutamaan Gender (PUG) yaitu strategi untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam pembangunan, dimana aspek gender terintegrasi dalam perumusan kebijakan program dan kegiatan melalui perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan dan evaluasi. Kementerian juga mencanangkan visi dan misinya dalam rangka pembangunan pemberdayaan perempuan di Indonesia yaitu :Visi yang akan dicapai adalah “ Mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender, kesejahteraan dan perlindungan anak dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat berbangsa dan bernegara“.
Sedangkan misinya adalah 1. Meningkatkan kualitas hidup perempuan, 2. Memajukan tingkat keterlibatan perempuan dalam proses politik dan jabatan publik, 3. Menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak , 4. Meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak, 5. Meningkatkan pelaksanaan dan memperkuat kelembagaan pengarusutamaan gender termasuk ketersediaan data dan 6. Meningkatkan partisipasi masyarakat
Semua kegiatan ini tentulah dilandasi atas dasar hukum yang kuat yaitu :
1. UUD 1945 pasal 28
2. UU No. tahun 1984 tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (CEDAW)
3. UU No. 39 tahun 2000 tentang HAM
4. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
5. UU No. 23 tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
6. Peraturan Presiden No. 7 tahun 2005 tentang RPJM Nasional tahun 2004 - 2005
Keberhasilan pembangunan di Indonesia baik yang dilaksanakan oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat disadari sangat tergantung kepada kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM) baik perempuan maupun laki-laki sebagai pelaku dan pemanfaat hasil pembangunan. Pada pelaksanaannya sampai saat ini peran kaum perempuan belum optimal baik kualitas maupun kuantitasnya. Hal tersebut dikarenakan peluang dan kesempatan untuk berkontribusi masih mengalami berbagai hambatan kultur, sosial dan budaya.
Oleh karena itu program pemberdayaan perempuan yang menjadi agenda bangsa ini memerlukan dukungan dari semua pihak baik dari pemerintah, masyarakat maupun keluarga sendiri. Bahwasannya gender adalah perbedaan peran fungsi dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Seperti musim, budaya, kelas dan bukan kodrat Tuhan tetapi buatan manusia.Jadi pada dasarnya gender itu tidak akan mengubah hal-hal yang telah menjadi kodrat manusia itu sendiri. Yang biasa disebut dengan seks yaitu tidak bisa diubah, tidak bisa dipertukarkan, berlaku bagi kelas dan warna kulit apa saja, ditentukan oleh Tuhan atau kodrat. Sepanjang tidak menimbulkan konflik sebuah aktifitas antara laki-laki dan perempuan itu merupakan sebuah aktifitas yang dapat diterima dengan baik oleh para pihak maupun lingkungan sosial masyarakatnya. Namun apabila terjadi diskriminasi seperti kriteria-kriteria dibawah ini maka hal inilah yang membuat bias sebuah aktifitas antara laki-laki dan perempuan. 1. Stereotype : Pelabelan atau citra baru terhadap salah satu jenis kelamin. Citra baru ini melekat pada peran, fungsi dan tanggung jawab yang membedakan laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan masyarakat yang sering kali bersifat negatif dan pada umumnya melakukan ketidak adilan. 2. Subordinasi : Menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari laki-laki ( diikutsertakan dalam aktifitas tetapi dinomerduakan ) 3. Marginalisasi : Kondisi atau proses peminggiran terhadap salah satu jenis kelamin dari arus / pekerjaan utama yang mengakibatkan kemiskinan (tidak diikutsertakan dalam aktifitas) 4. Beban Ganda : Salah satu jenis kelamin dimana pihak yang bersangkutan bekerja jauh lebih banyak (berganda) dibandingkan pihak yang lain 5. Kekerasan : Suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental; psikologi seseorang.
Bahwasannya budaya kita yang beraneka ragam suku bangsa ini masih menjadi landasan dasar-dasar struktur sosial yang hidup dan berkembang dalam kehidupan sosial masyarakat kita, terlebih di banyak daerah menganut sistem yang memadukan budaya patriarki dengan sistem ekonomi yang bersifat kapitalis. Dua sistem ini berkonspirasi dengan sangat sempurna yang pada akhirnya akan membuat kesenjangan yang bermasalah bagi sebuah hubungan serta aktifitas antara laki-laki dan perempuan. Hal ini memunculkan sebutan yang satir bagi seorang perempuan bahwa perempuan itu bekerja “ Dari matahari belum terbit sampai mata suami terpejam “ Pada akhirnya dengan mengerjakan pekerjaan secara bersama-sama antara laki-laki dan perempuan baik di ruang publik (umum) maupun diruang domestik (rumahtangga) tanpa menimbulkan kesenjangan yang bermasalah, akan membuat hubungan yang harmonis, setara, sejajar dan seimbang antar kedua belah pihak.
Sepanjang masih dalam koridor yang aman dan ditentukan oleh kodrat kita sebagai manusia maka gender seyogyanya dapat diterima oleh semua pihak. Berbahagialah perempuan Indonesia yang mempunyai kesempatan lebih untuk mengekspresikan dirinya.Maju Terus Perempuan Indonesia !!!!
Sumber: Majalah Online Departemen Hukum dan HAM RI

Tidak ada komentar: